Rabu, 29 Mei 2013

Anemia Defisiensi



A.           Anemia Defisiensi
Merupakan penyakit yang sering terjadi pada bayi dan anak ketika sedang dalam proses pertumbuhan dan pada wanita hamil yang keperluan besinya lebih besar dari orang normal. Jumlah besi dalam badan orang dewasa adalah 4-5 gr sedang pada bayi 400 mg, yang terdiri dari : masa eritrosit 60 %, feritin dan hemosiderin 30 %, mioglobin 5-10 %, hemenzim 1 %, besi plasma 0,1 %. Kebutuhan besi pada bayi dan anak lebih besar dari pengelurannya karena pemakaiannya untuk proses pertumbuhan, dengan kebutuhan rata-rata 5 mg/hari tetapi bila terdapat infeksi meningkat sampai 10 mg/hari.
Gambar 1. Anemia Defesiensi Besi.
Besi diabsorsi dalam usus halus (duodenum dan yeyenum) proksimal. Besi yang terkandung dalam makanan ketika dalam lambung dibebaskan menjadi ion fero dengan bantuan asam lambung (HCL). Kemudian masuk ke usus halus dirubah menjadi ion fero dengan pengaruh alkali, kemudian ion fero diabsorpsi, sebagian disimpan sebagai senyawa feritin dan sebagian lagi masuk keperedaran darah berikatan dengan protein (Transferin) yang akan digunakan kembali untuk sintesa hemoglobin. Sebagian dari transferin yang tidak terpakai disimpan sebagai labile iron pool. Penyerapan ion fero dipermudah dengan adanya vitamin atau fruktosa, tetapi akan terhambat dengan fosfat, oksalat, susu, antasid. Berikut bagan metabolisme besi :
Gambar 1. Bagan Metabolisme Besi
Pada Sumber lain Anemia defisiensi besi (ADB) diartikan sebagai anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin (Hb) berkurang. Beberapa zat gizi diperlukan dalam pembentukan sel darah merah, yang paling penting adalah zat besi, vitamin B12 dan asam folat, tetapi tubuh juga memerlukan sejumlah kecil vitamin C, riboflavin dan tembaga serta keseimbangan hormone, terutama eritroprotein. Tanpa zat gizi dan hormone tersebut, pembentukan sel darah merah akan berjalan lambat dan tidak mencukupi, dan selnya bisa memiliki kelainan bentuk dan tidak mampu mengangkut oksigen sebagaimana mestinya.
Anemia Karena Kekurangan Zat Besi adalah suatu keadaan dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin (protein pengangkut oksigen) dalam sel darah berada dibawah normal, yang disebabkan karena kekurangan zat besi. Beberapa zat gizi diperlukan dalam pembentukan sel darah merah. Penyakit kronik juga bisa menyebabkan berkurangnya pembentukan sel darah merah. Asupan normal zat besi biasanya tidak dapat menggantikan kehilangan zat besi karena perdarahan kronik dan tubuh hanya memiliki sejumlah kecil cadangan zat besi. Sebagai akibatnya, kehilangan zat besi harus digantikan dengan tambahan zat besi. Janin yang sedang berkembang menggunakan zat besi, karena itu wanita hamil juga memerlukan tambahan zat besi. Makanan rata-rata mengandung sekitar 6 mgram zat besi setiap 1.000 kalori, sehingga rata-rata orang mengkonsumsi zat besi sekitar 10-12 mgram/hari.
Sumber yang paling baik adalah daging yaitu serat sayuran, fosfat, kulit padi (bekatul) dan antasid mengurangi penyerapan zat besi dengan cara mengikatnya. Vitamin C merupakan satu-satunya unsur makanan yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi. Tubuh menyerap sekitar 1-2 mgram zat besi dari makanan setiap harinya, yang secara kasar sama degnan jumlah zat besi yang dibuang dari tubuh setiap harinya.

B.            Penyebab-Penyebab Anemia Defesiensi Besi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.
1.             Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal dari :
a.             Saluran Cerna : akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
b.             Saluran genitalia wanita : menorrhagia, atau metrorhagia
c.             Saluran kemih : hematuria
d.            Saluran napas : hemoptoe.
2.             Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi (bioavaibilitas) besi-yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah daging.
3.             Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan.
4.             Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik. Pada orang dewasa, anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik hamper identik dengan perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama. Penyebab perdarahan paling sering pada laki-laki ialah perdarahan gastrointestinal, di negara tropik paling sering karena infeksi cacing tambang. Sementara itu, pada wanita paling sering karena menormetrorhagia.
Berdasarkan umur penderita penyebab dari defisiensi besi dapat dibedakan:
1.             Bayi < 1tahun : persediaan besi kurang karena BBLR, lahir kembar, ASI eklusif tanpa suplemen besi, susu formula rendah besi, pertumbuhan cepat, anemi selama kehamilan.
2.             Anak 1-2 tahun : masukan besi kurang, kebutuhan yang meningkat karena infeksi berulang (enteritis,BP), absorpsi kurang.
3.             Anak 2-5 tahun : masukan besi kurang, kebutuhan meningkat, kehilangan darah karena divertikulum meckeli.
4.             Anak 5-remaja : perdarahan karena infeksi parasit dan polip, diet tidak adekuat.
5.             Remaja-dewasa: mentruasi berlebihan.

C.           Gejala Dan Tanda-Tanda Anemia Defesiensi Besi
Zat besi (Fe) diperlukan untuk pembuatan heme dan hemoglobin (Hb). Kekurangan Fe mengakibatkan kekurangan Hb. Walaupun pembuatan eritrosit juga menurun, tiap eritrosit mengandung Hb lebih sedikit daripada biasa sehingga timbul anemia hipokromik mikrositik. Tubuh mendaur ulang zat besi, yaitu ketika sel darah merah mati, zat besi di dalamnya dikembalikan ke sumsum tulang untuk digunakan kembali oleh sel darah merah yang baru.
Tubuh kehilangan sejumlah besar zat besi hanya ketika sel darah merah hilang karena perdarahan dan menyebabkan kekurangan zat besi. Kekurangan zat besi merupakan salah satu penyebab terbanyak dari anemia dan satu-satunya penyebab kekurangan zat besi pada dewasa adalah perdarahan. Makanan yang mengandung sedikit zat besi bisa menyebabkan kekurangan zat besi pada bayi dan anak kecil, yang memerlukan lebih banyak zat besi untuk pertumbuhannya. Pada pria dan wanita pasca menopause, kekurangan zat besi biasanya menunjukkan adanya perdarahan pada saluran pencernaan. Pada wanita pre-menopause, kekurangn zat besi bisa disebabkan oleh perdarahan menstruasi bulanan.
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan zat besi sehingga cadangan zat besi makin menurun. Jika cadangan kosong maka keadaan ini disebut iron depleted state. Apabila kekurangan zat besi berlanjut terus maka penyediaan zat besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit, tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut iron deficient erythropoiesis.Selanjutnya timbul anemia hipokromik mikrositer sehingga disebut iron deficiency anemia.
Anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang tenaga dan gejala lainnya. Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tidak dijumpai pada anemia jenis lain, seperti :
1.             Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang.

2.             Glositis : iritasi lidah

3.             Keilosis : bibir pecah-pecah

4.             Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti sendok.1

D.           Pemeriksaan
Pemeriksaan penyakit ADB dapat diketahui dari Pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan laboratorium pada penyakit anemia defisiensi besi dapat diketahui dari:
1.             Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : didapatkan anemia hipokrom mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV, MCHC dan MCH menurun. MCH < > red cell distribution width) meningkat yang menandakan adanya anisositosis. Indeks eritrosit sudah dapat mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok karena anemia timbul perlahan-perlahan. Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia. Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan derajat anemia. Pada kasus ankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia.
2.             Apus sumsum tulang : Hiperplasia eritropoesis, dengan kelompok-kelompok normo-blast basofil. Bentuk pronormoblast-normoblast kecil-kecil, sideroblast.
3.             Kadar besi serum menurun <50>350 mg/dl, dan saturasi transferin <>
4.             Feritin serum. Sebagian kecil feritin tubuh bersirkulasi dalam serum, konsentrasinya sebanding dengan cadangan besi jaringan, khususnya retikuloendotel. Pada anemia defisensi besi, kadar feritin serum sangat rendah, sedangkan feritin serum yang meningkat menunjukkan adanya kelebihan besi atau pelepasan feritin berlebihan dari jaringan yang rusak atau suatu respons fase akut, misalnya pada inflamasi. Kadar feritin serum normal atau meningkat pada anemia penyakit kronik.
5.             TIBC (Total Iron Banding Capacity) meningkat.
6.             Feses : Telur cacing Ankilostoma duodenale / Necator americanus.
7.             Pemeriksaan lain : endoskopi, kolonoskopi, gastroduodenografi, colon in loop, pemeriksaan ginekologi.
Setelah melakukan pemeriksaan laboratorium kemudian dilakukan Diagnosis, Diagnosis Banding, kemudian dilanjutkan ke tahap Terapi.


a.             Diagnosis
Penegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang diteliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Secara laboratorik untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi sebagai berikut :
1)            Adanya riwayat perdarahan kronis atau terbukti adanya sumber erdarahan.
2)            Laboratorium : Anemia hipokrom mikrosister, Fe serum rendah, TIBC tinggi.
3)            Tidak terdapat Fe dalam sumsum tulang (sideroblast-)
4)            Adanya respons yang baik terhadap pemberian Fe.

b.             Diagnosis Banding
Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik lainnya, seperti :
1)            Thalasemia (khususnya thallasemia minor) : Hb A2 meningkat, Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun.
2)            Anemia karena infeksi menahun : Biasanya anemia normokromik normositik. Kadang-kadang terjadi anemia hipokromik mikrositik. Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun.
3)            Keracunan timah hitam (Pb) : terdapat gejala lain keracunan P.
4)            Anemia sideroblastik : terdapat ring sideroblastik pada pemeriksaan sumsum tulang.

c.              Terapi
Setelah diagnosis ditegakan maka dibuat rencana pemberian terapi, terapi terhadap anemia difesiensi besi dapat berupa :
1)            Terapi kausal : tergantung penyebabnya, misalnya : pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengubatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.
2)            Pemberian Preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh :
a)             Besi per oral : merupakan obat pilihan pertama karena efektif, murah, dan aman. Preparat yang tersedia, yaitu:
Ø   Ferrous sulphat (sulfas ferosus): preparat pilihan pertama (murah dan efektif). Dosis: 3 x 200 mg.
Ø   Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate,harga lebih mahal, tetepi efektivitas dan efek samping hampir sama.
b)             Besi parenteral : Efek samping lebih berbahaya, serta harganya lebih mahal. Indikasi, yaitu :
Ø   Intoleransi oral berat
Ø   Kepatuhan berobat kurang
Ø   Kolitis ulserativa
Ø   Perlu peningkatan Hb secara cepat (misal preoperasi, hamil trimester akhir).
3)            Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis diberikan antelmintik yang sesuai.
4)            Pemberian preparat Fe : Pemberian preparat besi (ferosulfat/ ferofumarat/ feroglukonat) dosis 4-6 mg besi elemental/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan diantara waktu makan. Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal.
5)            Bedah : Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena diverticulum Meckel.
6)            Suportif : Makanan gizi seimbang terutama yang megandung kadar besi tinggi yang bersumber dari hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan).

d.             Pencegahan Primer ADB
1)            Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan.
2)            Menunda pemberian susu sapi sampai usia 1 tahun.
3)            Menggunakan sereal/tambahan makanan yang difortifikasi (diberi tambahan suplemen besi) tepat waktu yaitu sejak usia 6 bulan sampai 1 tahun.

4)            Pemberian vitamin C seperti jeruk, apel pada waktu makan dan minum preparat besi untuk meningkatkan absorbsi besi dan menghindari bahan yang menghambat absorbsi besi seperti teh, fosfat dan fitrat pada makanan.


5)            Menghindari minum susu berlebihan dan meningkatkan makanan yang mengandung kadar besi yang berasal dari hewani.

6)            Meningkatkan kebersihan lingkungan.

E.            Peran Bidan Dalam Pencegahan ADB
Sejak zaman sejarah, Bidan merupakan salah satu profesi tertua di dunia sejak adanya peradaban umat manusia. Bidan muncul sebagai wanita terpercaya dalam mendampingi dan menolong ibu melahirkan. Peran dan posisi bidan di masyarakat sangat dihargai dan dihormati karena tugasnya yang sangat mulia, memberi semangat, membesarkan hati, dan mendampingi, serta menolong ibu melahirkan sampai ibu dapat merawat bayinya dengan baik.
Dalam naskah kuno, pada zaman prasejarah, tercatat bahwa bidan dari Mesir (Siphrah dan Poah) berani mengambil risiko menyelamatkan bayi laki-laki bangsa Yahudi (orang-orang yang dijajah bangsa Mesir) yang diperintahkan oleh Firaun untuk dibunuh. Mereka sudah menunjukkan sikap etika moral yang tinggi dan takwa kepada Tuhan dalam membela orang-orang yang berada pada posisi lemah, yang pada zaman modern ini kita sebut perara advokasi. Dalam menjalankan tugas dan praktiknya, bidan bekerja berdasarkan pandangan filosofis yang dianut, keilmuan, metode kerja, standar praktik pelayanan, serta kode etik profesi yang dimilikinya. Jika kita kaji lebih jauh mengenai peran bidan dalam menangani sebuah penyakit, tentu banyak sekali perannya. Seperti yang ditegaskan oleh Stevan Bry salah seorang ilmuan di RS London (1982). Menurut beliau “Sebenarnya bidan lebih berperan dalam menangani sebuah penyakit daripada seorang perawat”. Hal ini membuktikan bahwa selangkah bidan lebih unggul dari perawat, jika sama-sama ditelaah dari kompetensi akademik yang harus dikuasai baik oleh perawat maupun bidan.
Terlepas dari pembahasan di atas, peran dan fungsi bidan dalam menangani penyakit anemia defesiensi besi dapat dirinci sebagai berikut :
1.             Memberi asuhan kebidanan pada bayi dan balita dengan melibatkan keluarga, mencakup:
a.             Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan sesuai dengan tumbuh kembang bayi/balita supaya makanan dan minuman bayi/balita sesuai sehingga dapat mencegah terjadinya ADB.
b.             Menentukan diagnosis dan prioritas masalah dalam mencegah ADB pada bayi/baliata.
c.             Menyusun rencana asuhan sesuai dengan rencana.
d.            Melaksanakan asuhan sesuai dengan prioritas masalah.
e.             Mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan.
f.              Membuat rencana tindak lanjut dalam mencegah ADB.
g.             Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan.
2.             Peran Sebagai Pendidik, bidan memiliki tugas-tugas yaitu sebagai pendidik dan penyuluh kesehatan bagi masyarakat serta pelatih dan pembimbing kader guna mencegah ADB.
a.             Memberi pendidikan dan penyuluhan kesehatan pada klien
Bidan memberi pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada klien (individu, keluarga, kelompok, serta maryarakat) tentang penanggulangan masalah kesehatan, khususnya yang berhubungarn dengan kesehatan ibu, anak, dan keluarga supaya terhindar dari ADB.
b.             Mengkaji kebutuhan pendidikan dan penyuluhan kesehatan, khususnya dalam bidang kesehatan ibu, anak, dan keluarga dalam menangani ADB.
c.             Menyusun rencana penyuluhan kesehatan sesuai dengan kebutuhan yang telah dikaji, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang bersama klien yang berkaitan dengan kasus atau penyakit yang dihadapi.
d.            Menyiapkan alat serta materi pendidikan dan penyuluhan tentang ADB sesuai dengan rencana yang telah disusun.
e.             Melaksanakan program/rencana pendidikan dan penyuluhan kesehatan sesuai dengan rencana jangka pendek serta jangka panjang dengan melibatkan unsur-unsur terkait, termasuk klien.
f.              Mengevaluasi hasil pendidikan/penyuluhan kesehatan bersama klien dan menggunakannya untuk memperbaiki serta meningkatkan program dimasa yang akan datang.
g.             Mendokumentasikan semua kegiatan dan hasil pendidikan/penyuluhan dalam menghadapi ADB secara lengkap serta sistematis, sehingga untuk kedepannya dapat lebih baik.
F.            Komplikasi
Komplikasi penyakit yang dapat ditimbulkan oleh penderita Anemia Defesiensi Besi berat dan lama dapat menyebabkan gagal jantung, transfusi darah berulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga ditimbun dalam berbagai organ (hepar, limpa, kulit, jantung). hemokromatosis, limpa yang besar mudah ruptur kadang disertai tanda hipersplenisme seperti leukopenia dan trombositopenia.


 
DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I.M ., 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC.
Beutler E. G6PD deficiency. Blood 1994;84:3613-36
Dunn, A., Carter, J., Carter, H., 2003. Anemia at the end of life: prevalence, significance, and causes in patients receiving palliative care. Medlineplus. 26:1132-1139.
http://www.epi.umn.edu/let/pubs/adol_book.shtm ( Jumat 17 Juni 2011 Jam 18.15)
Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H., 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta : EGC.
Maggio A, D’Amico G, et al. Deferiprone versus deferoxamine in patients with thalassemia major: a randomized clinical trial. Blood Cells Mol Dis. 2002 Mar-Apr;28(2):196-208
Mansoer Arif. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Media Aesculapius. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2000
Marcia S.Brose, MD, PhD. Assistant Profesor Hematology/Oncology. The University of Pennsylvania Cancer Center. Philadelphia. Review provided by VeriMed Healthcare Network.
Mehta A, Mason PJ, Vulliamy TJ. Glucose-6-phosphate dehydrogenase deficiency. Baillieres Best Pract Res Clin Haematol 2000;13:21-38. 1994, 1995 University of Texas – Houston Medical School, DPALM  MEDIC
Richard E.Behrman. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 2 edisi 15. EGC. Jakarta. 2000
Rita Nanda, MD. Departement of Hematology/Oncology. University of Chicago Medical Centre. Chicago. Review provided by VeriMed Healthcare Network.
Sylvia A.Price. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit buku 2. EGC. Jakarta. 1995
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Volume 1 . Percetakan Info Medika. Jakarta. 2002
Stephen Grund, MD, PhD. Chief of Hematology/Oncology and Director of The George Bray Cancer Center at New Britain General Hospital. New Britain. Review provided by VeriMed Healthcare Network.
www.wikipedia.com ( Jumat 17 Juni 2011 Jam 18.15)
www.trinoval.web.id ( Jumat 17 Juni 2011 Jam 18.15)
www.MamasHealth.com ( Jumat 17 Juni 2011 Jam 18.15)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar