A.
Anemia
Defisiensi
Merupakan penyakit yang sering terjadi
pada bayi dan anak ketika sedang dalam proses pertumbuhan dan pada wanita hamil
yang keperluan besinya lebih besar dari orang normal. Jumlah besi dalam badan
orang dewasa adalah 4-5 gr sedang pada bayi 400 mg, yang terdiri dari : masa
eritrosit 60 %, feritin dan hemosiderin 30 %, mioglobin 5-10 %, hemenzim 1 %,
besi plasma 0,1 %. Kebutuhan besi pada bayi dan anak lebih besar dari
pengelurannya karena pemakaiannya untuk proses pertumbuhan, dengan kebutuhan
rata-rata 5 mg/hari tetapi bila terdapat infeksi meningkat sampai 10 mg/hari.
Gambar
1. Anemia Defesiensi Besi.
Besi diabsorsi dalam usus halus (duodenum dan yeyenum)
proksimal. Besi yang terkandung dalam makanan ketika dalam lambung dibebaskan
menjadi ion fero dengan bantuan asam lambung (HCL). Kemudian masuk ke usus
halus dirubah menjadi ion fero dengan pengaruh alkali, kemudian ion fero
diabsorpsi, sebagian disimpan sebagai senyawa feritin dan sebagian lagi masuk
keperedaran darah berikatan dengan protein (Transferin) yang akan digunakan
kembali untuk sintesa hemoglobin. Sebagian dari transferin yang tidak terpakai
disimpan sebagai labile iron pool. Penyerapan ion fero dipermudah dengan adanya
vitamin atau fruktosa, tetapi akan terhambat dengan fosfat, oksalat, susu,
antasid. Berikut bagan metabolisme besi :
Gambar
1. Bagan Metabolisme Besi
Pada Sumber lain Anemia defisiensi besi (ADB) diartikan sebagai anemia yang timbul
akibat kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga
penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan
hemoglobin (Hb) berkurang. Beberapa zat gizi diperlukan dalam pembentukan sel
darah merah, yang paling penting adalah zat besi, vitamin B12 dan asam folat,
tetapi tubuh juga memerlukan sejumlah kecil vitamin C, riboflavin dan tembaga serta
keseimbangan hormone, terutama eritroprotein. Tanpa zat gizi dan hormone
tersebut, pembentukan sel darah merah akan berjalan lambat dan tidak mencukupi,
dan selnya bisa memiliki kelainan bentuk dan tidak mampu mengangkut oksigen
sebagaimana mestinya.
Anemia Karena Kekurangan Zat Besi adalah suatu
keadaan dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin (protein pengangkut
oksigen) dalam sel darah berada dibawah normal, yang disebabkan karena
kekurangan zat besi. Beberapa zat gizi diperlukan dalam pembentukan sel darah
merah. Penyakit kronik juga bisa menyebabkan berkurangnya pembentukan sel darah
merah. Asupan normal zat besi biasanya tidak dapat menggantikan kehilangan zat
besi karena perdarahan kronik dan tubuh hanya memiliki sejumlah kecil cadangan
zat besi. Sebagai akibatnya, kehilangan zat besi harus digantikan dengan
tambahan zat besi. Janin yang sedang berkembang menggunakan zat besi, karena
itu wanita hamil juga memerlukan tambahan zat besi. Makanan rata-rata
mengandung sekitar 6 mgram zat besi setiap 1.000 kalori, sehingga rata-rata
orang mengkonsumsi zat besi sekitar 10-12 mgram/hari.
Sumber yang paling baik adalah daging yaitu
serat sayuran, fosfat, kulit padi (bekatul) dan antasid mengurangi penyerapan
zat besi dengan cara mengikatnya. Vitamin C merupakan satu-satunya unsur
makanan yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi. Tubuh menyerap sekitar 1-2
mgram zat besi dari makanan setiap harinya, yang secara kasar sama degnan
jumlah zat besi yang dibuang dari tubuh setiap harinya.
B.
Penyebab-Penyebab Anemia
Defesiensi Besi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh
rendahnya masukan besi, gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat
perdarahan menahun.
1.
Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat
berasal dari :
a.
Saluran Cerna : akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker
kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
b.
Saluran genitalia wanita : menorrhagia, atau metrorhagia
c.
Saluran kemih : hematuria
d.
Saluran napas : hemoptoe.
2.
Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan,
atau kualitas besi (bioavaibilitas) besi-yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah
vitamin C, dan rendah daging.
3.
Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam
masa pertumbuhan dan kehamilan.
4.
Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau
kolitis kronik. Pada
orang dewasa, anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik hamper identik
dengan perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi
jarang sebagai penyebab utama. Penyebab perdarahan paling sering pada laki-laki
ialah perdarahan gastrointestinal, di negara tropik paling sering karena
infeksi cacing tambang. Sementara itu, pada wanita paling sering karena
menormetrorhagia.
Berdasarkan umur penderita penyebab
dari defisiensi besi dapat dibedakan:
1.
Bayi
< 1tahun : persediaan besi kurang karena BBLR, lahir kembar, ASI eklusif
tanpa suplemen besi, susu formula rendah besi, pertumbuhan cepat, anemi selama
kehamilan.
2.
Anak
1-2 tahun : masukan besi kurang, kebutuhan yang meningkat karena infeksi
berulang (enteritis,BP), absorpsi kurang.
3.
Anak
2-5 tahun : masukan besi kurang, kebutuhan meningkat, kehilangan darah karena
divertikulum meckeli.
4.
Anak
5-remaja : perdarahan karena infeksi parasit dan polip, diet tidak adekuat.
5.
Remaja-dewasa:
mentruasi berlebihan.
C.
Gejala Dan Tanda-Tanda
Anemia Defesiensi Besi
Zat besi (Fe) diperlukan untuk pembuatan heme
dan hemoglobin (Hb). Kekurangan Fe mengakibatkan kekurangan Hb. Walaupun
pembuatan eritrosit juga menurun, tiap eritrosit mengandung Hb lebih sedikit
daripada biasa sehingga timbul anemia hipokromik mikrositik. Tubuh mendaur
ulang zat besi, yaitu ketika sel darah merah mati, zat besi di dalamnya
dikembalikan ke sumsum tulang untuk digunakan kembali oleh sel darah merah yang
baru.
Tubuh kehilangan sejumlah besar zat besi hanya
ketika sel darah merah hilang karena perdarahan dan menyebabkan kekurangan zat
besi. Kekurangan zat besi merupakan salah satu penyebab terbanyak dari anemia
dan satu-satunya penyebab kekurangan zat besi pada dewasa adalah perdarahan.
Makanan yang mengandung sedikit zat besi bisa menyebabkan kekurangan zat besi
pada bayi dan anak kecil, yang memerlukan lebih banyak zat besi untuk
pertumbuhannya. Pada pria dan wanita pasca menopause, kekurangan zat besi
biasanya menunjukkan adanya perdarahan pada saluran pencernaan. Pada wanita
pre-menopause, kekurangn zat besi bisa disebabkan oleh perdarahan menstruasi
bulanan.
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan zat
besi sehingga cadangan zat besi makin menurun. Jika cadangan kosong maka
keadaan ini disebut iron depleted state. Apabila kekurangan zat besi
berlanjut terus maka penyediaan zat besi untuk eritropoesis berkurang sehingga
menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit, tetapi anemia secara klinis belum
terjadi, keadaan ini disebut iron deficient erythropoiesis.Selanjutnya
timbul anemia hipokromik mikrositer sehingga disebut iron deficiency anemia.
Anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan,
sesak nafas, kurang tenaga dan gejala lainnya. Gejala yang khas dijumpai pada
defisiensi besi, tidak dijumpai pada anemia jenis lain, seperti :
1.
Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap
karena papil lidah menghilang.
2.
Glositis : iritasi lidah
3.
Keilosis : bibir pecah-pecah
4.
Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti
sendok.1
D.
Pemeriksaan
Pemeriksaan penyakit ADB dapat diketahui dari
Pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan laboratorium pada penyakit anemia
defisiensi besi dapat diketahui dari:
1.
Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : didapatkan anemia hipokrom
mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat.
MCV, MCHC dan MCH menurun. MCH <
> red
cell distribution width) meningkat yang menandakan adanya anisositosis. Indeks
eritrosit sudah dapat mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun.
Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia
yang mencolok karena anemia timbul perlahan-perlahan. Apusan darah menunjukkan
anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit,
sel pensil, kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan mikrositosis
berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia. Leukosit
dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan derajat anemia. Pada
kasus ankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia.
2.
Apus sumsum tulang : Hiperplasia eritropoesis, dengan
kelompok-kelompok normo-blast basofil. Bentuk pronormoblast-normoblast kecil-kecil,
sideroblast.
3.
Kadar besi serum menurun <50>350 mg/dl, dan saturasi
transferin <>
4.
Feritin serum. Sebagian kecil feritin tubuh bersirkulasi dalam
serum, konsentrasinya sebanding dengan cadangan besi jaringan, khususnya
retikuloendotel. Pada anemia defisensi besi, kadar feritin serum sangat rendah,
sedangkan feritin serum yang meningkat menunjukkan adanya kelebihan besi atau
pelepasan feritin berlebihan dari jaringan yang rusak atau suatu respons fase
akut, misalnya pada inflamasi. Kadar feritin serum normal atau meningkat pada
anemia penyakit kronik.
5.
TIBC (Total Iron Banding Capacity) meningkat.
6.
Feses : Telur cacing Ankilostoma duodenale / Necator
americanus.
7.
Pemeriksaan lain : endoskopi, kolonoskopi, gastroduodenografi,
colon in loop, pemeriksaan ginekologi.
Setelah melakukan pemeriksaan laboratorium
kemudian dilakukan Diagnosis, Diagnosis Banding, kemudian dilanjutkan ke tahap
Terapi.
a.
Diagnosis
Penegakkan diagnosis anemia defisiensi besi
dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang diteliti disertai pemeriksaan laboratorium
yang tepat. Secara laboratorik untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi
besi dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi sebagai berikut :
1)
Adanya riwayat perdarahan kronis atau terbukti adanya sumber
erdarahan.
2)
Laboratorium : Anemia hipokrom mikrosister, Fe serum rendah, TIBC
tinggi.
3)
Tidak terdapat Fe dalam sumsum tulang (sideroblast-)
4)
Adanya respons yang baik terhadap pemberian Fe.
b.
Diagnosis Banding
Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan
anemia hipokromik lainnya, seperti :
1)
Thalasemia (khususnya thallasemia minor) : Hb A2 meningkat,
Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun.
2)
Anemia karena infeksi menahun : Biasanya anemia normokromik
normositik. Kadang-kadang terjadi anemia hipokromik mikrositik. Feritin serum
dan timbunan Fe tidak turun.
3)
Keracunan timah hitam (Pb) : terdapat gejala lain keracunan P.
4)
Anemia sideroblastik : terdapat ring sideroblastik pada
pemeriksaan sumsum tulang.
c.
Terapi
Setelah diagnosis ditegakan maka dibuat rencana
pemberian terapi, terapi terhadap anemia difesiensi besi dapat berupa :
1)
Terapi kausal : tergantung penyebabnya, misalnya : pengobatan
cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengubatan menoragia. Terapi kausal harus
dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.
2)
Pemberian Preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam
tubuh :
a)
Besi per oral : merupakan obat pilihan pertama karena efektif,
murah, dan aman. Preparat yang tersedia, yaitu:
Ø Ferrous sulphat (sulfas ferosus):
preparat pilihan pertama (murah dan efektif). Dosis: 3 x 200 mg.
Ø Ferrous gluconate,
ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate,harga lebih mahal,
tetepi efektivitas dan efek samping hampir sama.
b)
Besi parenteral : Efek samping lebih berbahaya, serta harganya
lebih mahal. Indikasi, yaitu :
Ø Intoleransi oral berat
Ø Kepatuhan berobat kurang
Ø Kolitis ulserativa
Ø Perlu peningkatan Hb
secara cepat (misal preoperasi, hamil trimester akhir).
3)
Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada
ankilostomiasis diberikan antelmintik yang sesuai.
4)
Pemberian preparat Fe : Pemberian preparat besi (ferosulfat/ ferofumarat/
feroglukonat) dosis 4-6 mg besi elemental/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis,
diberikan diantara waktu makan. Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan
setelah kadar hemoglobin normal.
5)
Bedah : Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti
perdarahan karena diverticulum Meckel.
6)
Suportif : Makanan gizi seimbang terutama yang megandung kadar
besi tinggi yang bersumber dari hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam,
kacang-kacangan).
d.
Pencegahan Primer ADB
1)
Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan.
2)
Menunda pemberian susu sapi sampai usia
1 tahun.
3)
Menggunakan sereal/tambahan makanan yang
difortifikasi (diberi tambahan suplemen besi) tepat waktu yaitu sejak usia 6
bulan sampai 1 tahun.
4)
Pemberian vitamin C seperti jeruk, apel
pada waktu makan dan minum preparat besi untuk meningkatkan absorbsi besi dan
menghindari bahan yang menghambat absorbsi besi seperti teh, fosfat dan fitrat
pada makanan.
5)
Menghindari minum susu berlebihan dan
meningkatkan makanan yang mengandung kadar besi yang berasal dari hewani.
6)
Meningkatkan kebersihan lingkungan.
E.
Peran
Bidan Dalam Pencegahan ADB
Sejak zaman sejarah, Bidan merupakan salah
satu profesi tertua di dunia sejak adanya peradaban umat manusia. Bidan muncul
sebagai wanita terpercaya dalam mendampingi dan menolong ibu melahirkan. Peran
dan posisi bidan di masyarakat sangat dihargai dan dihormati karena tugasnya
yang sangat mulia, memberi semangat, membesarkan hati, dan mendampingi, serta
menolong ibu melahirkan sampai ibu dapat merawat bayinya dengan baik.
Dalam naskah kuno, pada zaman
prasejarah, tercatat bahwa bidan dari Mesir (Siphrah dan Poah) berani mengambil
risiko menyelamatkan bayi laki-laki bangsa Yahudi (orang-orang yang dijajah
bangsa Mesir) yang diperintahkan oleh Firaun untuk dibunuh. Mereka sudah
menunjukkan sikap etika moral yang tinggi dan takwa kepada Tuhan dalam membela
orang-orang yang berada pada posisi lemah, yang pada zaman modern ini kita
sebut perara advokasi. Dalam menjalankan tugas dan praktiknya, bidan bekerja
berdasarkan pandangan filosofis yang dianut, keilmuan, metode kerja, standar
praktik pelayanan, serta kode etik profesi yang dimilikinya. Jika kita kaji
lebih jauh mengenai peran bidan dalam menangani sebuah penyakit, tentu banyak
sekali perannya. Seperti yang ditegaskan oleh Stevan Bry salah seorang ilmuan
di RS London (1982). Menurut beliau “Sebenarnya bidan lebih berperan dalam
menangani sebuah penyakit daripada seorang perawat”. Hal ini membuktikan bahwa
selangkah bidan lebih unggul dari perawat, jika sama-sama ditelaah dari
kompetensi akademik yang harus dikuasai baik oleh perawat maupun bidan.
Terlepas dari pembahasan di atas, peran dan
fungsi bidan dalam menangani penyakit anemia defesiensi besi dapat dirinci sebagai
berikut :
1.
Memberi asuhan kebidanan pada bayi dan
balita dengan melibatkan keluarga, mencakup:
a.
Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan
sesuai dengan tumbuh kembang bayi/balita supaya makanan dan minuman bayi/balita
sesuai sehingga dapat mencegah terjadinya ADB.
b.
Menentukan diagnosis dan prioritas
masalah dalam mencegah ADB pada bayi/baliata.
c.
Menyusun rencana asuhan sesuai dengan
rencana.
d.
Melaksanakan asuhan sesuai dengan
prioritas masalah.
e.
Mengevaluasi hasil asuhan yang telah
diberikan.
f.
Membuat rencana tindak lanjut dalam
mencegah ADB.
g.
Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan.
2.
Peran Sebagai Pendidik, bidan memiliki tugas-tugas
yaitu sebagai pendidik dan penyuluh kesehatan bagi masyarakat serta pelatih dan
pembimbing kader guna mencegah ADB.
a.
Memberi pendidikan dan penyuluhan
kesehatan pada klien
Bidan memberi pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada klien (individu, keluarga, kelompok, serta maryarakat) tentang penanggulangan masalah kesehatan, khususnya yang berhubungarn dengan kesehatan ibu, anak, dan keluarga supaya terhindar dari ADB.
Bidan memberi pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada klien (individu, keluarga, kelompok, serta maryarakat) tentang penanggulangan masalah kesehatan, khususnya yang berhubungarn dengan kesehatan ibu, anak, dan keluarga supaya terhindar dari ADB.
b.
Mengkaji kebutuhan pendidikan dan
penyuluhan kesehatan, khususnya dalam bidang kesehatan ibu, anak, dan keluarga
dalam menangani ADB.
c.
Menyusun rencana penyuluhan kesehatan
sesuai dengan kebutuhan yang telah dikaji, baik untuk jangka pendek maupun
jangka panjang bersama klien yang berkaitan dengan kasus atau penyakit yang
dihadapi.
d.
Menyiapkan alat serta materi pendidikan
dan penyuluhan tentang ADB sesuai dengan rencana yang telah disusun.
e.
Melaksanakan program/rencana pendidikan
dan penyuluhan kesehatan sesuai dengan rencana jangka pendek serta jangka
panjang dengan melibatkan unsur-unsur terkait, termasuk klien.
f.
Mengevaluasi hasil pendidikan/penyuluhan
kesehatan bersama klien dan menggunakannya untuk memperbaiki serta meningkatkan
program dimasa yang akan datang.
g.
Mendokumentasikan semua kegiatan dan
hasil pendidikan/penyuluhan dalam menghadapi ADB secara lengkap serta
sistematis, sehingga untuk kedepannya dapat lebih baik.
F.
Komplikasi
Komplikasi penyakit yang dapat
ditimbulkan oleh penderita Anemia Defesiensi Besi berat dan lama dapat
menyebabkan gagal jantung, transfusi darah berulang dan proses hemolisis
menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga ditimbun dalam
berbagai organ (hepar, limpa, kulit, jantung). hemokromatosis, limpa yang besar
mudah ruptur kadang disertai tanda hipersplenisme seperti leukopenia dan
trombositopenia.
DAFTAR PUSTAKA
Bakta, I.M ., 2007. Hematologi
Klinik Ringkas. Jakarta : EGC.
Beutler E. G6PD deficiency.
Blood 1994;84:3613-36
Dunn, A., Carter, J., Carter, H.,
2003. Anemia at the end of life: prevalence, significance, and causes in
patients receiving palliative care. Medlineplus. 26:1132-1139.
Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss,
P.A.H., 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta : EGC.
Maggio A, D’Amico G, et al.
Deferiprone versus deferoxamine in patients with thalassemia major: a
randomized clinical trial. Blood Cells Mol Dis. 2002 Mar-Apr;28(2):196-208
Mansoer Arif. Kapita Selekta
Kedokteran edisi 3. Media Aesculapius. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 2000
Marcia S.Brose, MD, PhD. Assistant
Profesor Hematology/Oncology. The University of Pennsylvania Cancer Center.
Philadelphia. Review provided by VeriMed Healthcare Network.
Mehta A, Mason PJ, Vulliamy TJ. Glucose-6-phosphate
dehydrogenase deficiency. Baillieres Best Pract Res Clin Haematol
2000;13:21-38. 1994, 1995 University of Texas
– Houston Medical School, DPALM MEDIC
Richard E.Behrman. Ilmu Kesehatan
Anak Nelson Volume 2 edisi 15. EGC. Jakarta. 2000
Rita Nanda, MD. Departement of
Hematology/Oncology. University of Chicago Medical Centre. Chicago. Review
provided by VeriMed Healthcare Network.
Sylvia A.Price. Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit buku 2. EGC. Jakarta. 1995
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak
Volume 1 . Percetakan Info Medika. Jakarta. 2002
Stephen Grund, MD, PhD. Chief of
Hematology/Oncology and Director of The George Bray Cancer Center at New
Britain General Hospital. New Britain. Review provided by VeriMed Healthcare
Network.
www.wikipedia.com ( Jumat 17 Juni
2011 Jam 18.15)
www.trinoval.web.id ( Jumat 17 Juni
2011 Jam 18.15)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar