1.DEFINISI
Kehamilan kembar atau kehamilan multipel ialah suatu kehamilan dengan dua janin atau lebih. Kehamilan multipel dapat berupa kehamilan ganda/ gemelli (2 janin), triplet ( 3 janin ), kuadruplet ( 4 janin ), Quintiplet ( 5 janin ) dan seterusnya dengan frekuensi kejadian yang semakin jarang sesuai dengan hokum Hellin. Hukum Hellin menyatakan bahwa perbandingan antara kehamilan ganda dan tunggal adalah 1: 89, untuk triplet 1 : 892, untuk kuadruplet 1 : 893, dan seterusnya. Kehamilan tersebut selalu menarik perhatian wanita itu sendiri, dokter dan masyarakat pada umumnya. Morbiditas dan mortalitas mengalami peningkatan yang nyata pada kehamilan dengan janin ganda, oleh karena itu mempertimbangkan kehamilan ganda sebagai kehamilan dengan komplikasi bukanlah hal yang berlebihan.
Kehamilan kembar atau kehamilan multipel ialah suatu kehamilan dengan dua janin atau lebih. Kehamilan multipel dapat berupa kehamilan ganda/ gemelli (2 janin), triplet ( 3 janin ), kuadruplet ( 4 janin ), Quintiplet ( 5 janin ) dan seterusnya dengan frekuensi kejadian yang semakin jarang sesuai dengan hokum Hellin. Hukum Hellin menyatakan bahwa perbandingan antara kehamilan ganda dan tunggal adalah 1: 89, untuk triplet 1 : 892, untuk kuadruplet 1 : 893, dan seterusnya. Kehamilan tersebut selalu menarik perhatian wanita itu sendiri, dokter dan masyarakat pada umumnya. Morbiditas dan mortalitas mengalami peningkatan yang nyata pada kehamilan dengan janin ganda, oleh karena itu mempertimbangkan kehamilan ganda sebagai kehamilan dengan komplikasi bukanlah hal yang berlebihan.
2.Faktor-faktor predisposisi
A.
Faktor ras
Frekuensi kelahiran janin multiple memperlihatkan variasi yang nyata
diantara berbagai ras yang berbeda. Myrianthopoulos (1970) mengidentifikasi
kelahiran ganda terjadi 1 diantara 100 kehamilan kehamilan pada orang kulit
putih, sedangkan pada orang kulit hitam 1 diantara 80 kehamilan. Pada kawasan di
Afrika, frekuensi terjadinya kehamilan ganda sangat tinggi. Knox dan Morley
(1960) dalam suatu survey pada salah satu masyarakat pedesaan di Nigeria,
mendapatkan bahwa kehamilan ganda terjadi sekali pada setiap 20 kelahiran,
kehamilan pada orang Timur atau Oriental tidak begitu sering terjadi. Perbedaan
ras yang nyata ini merupakan akibat keragaman pada frekuensi terjadinya
kehamilan kembar dizigot. Perbedaan kehamilan ganda ini disebabkan oleh
perbedaan tingkat Folikel Stimulating Hormone yang akan mengakibatkan multiple
ovulasi
B.
Faktor
keturunan
Sebagai penentu kehamilan ganda genotip ibu jauh lebih penting dari genotip
ayah. White dan Wyshak (1964) dalam suatu penelitian terhadap 4000 catatan mengenai
jemaat gereja kristus orang-orang kudus hari terakhir, menemukan bahwa para
wanita yang dirinya sendiri dizigot dengan frekuensi 1 per 58 kelahiran. Namun,
wanita yang bukan kembar tapi mempunyai suami kembar dizigot, melahirkan bayi
kembar dengan frekuensi 1 per 116 kehamilan. Lebih lanjut, dalam analisis
Bulmer (1960) terhadap anak-anak kembar, 1 dari 25 (4%) ibu mereka ternyata
juga kembar, tetapi hanya 1 dari 60 (1,7%) ayah mereka yang kembar,
keterangan didapatkan bahwa salah satu sebabnya adalah multiple ovuasi yang
diturunkan.
C.
Faktor umur dan
paritas
Untuk peningkatan usia sampai sekitar 40 tahun atau paritas sampai dengan
7, frekuensi kehamilan ganda akan meningkat. Kehamilan ganda dapat terjadi
kurang dari sepertiga pada wanita 20 tahun tanpa riwayat kelahiran anak
sebleumnya, bila dibandingkan dengan wanita yang berusia diantara 35 sampai 40
tahun dengan 4 anak atau lebih. Di Swedia, Petterson dkk (1976), memastikan
peningkatan yang nyata pada angka kehamilan ganda yang berkaitan dengan meningkatnya
paritas. Dalam kehamilan pertama, frekuensi janin kembar adalah 1,3%
dibandingkan dengan kehamilan keempat sebesar 2,7%.
D.
Faktor nutrisi
Nylander (1971) mengatakan bahwa peningkatan kehamilan ganda berkaitan
dengan status nutrisi yang direfleksikan dengan berat badan ibu. Ibu yang lebih
tinggi dan berbadan besar mempunyai resiko hamil ganda sebesar 25-30%
dibandingkan dengan ibu yang lebih pendek dan berbadan kecil. McGillivray
(1986) juga memaparkan bahwa kehamilan dizigotik lebih sering ditemui pada
wanita berbadan besar dan tinggi dibandingkan pada wanita pendek dan bertubuh
kecil.
E.
Faktor terapi
infertilitas
Induksi ovulasi dengan menggunakan FSH plus chorionic gonadotropin atau
chlomiphene citrate menghasilkan ovulasi ganda. Insiden kehamilan ganda seiring
penggunaan gonadotropin sebesar 16-40%, 75% kehamilan dengan dua janin
(Schenker & co-workers, 1981). Tuppin dkk (1993) melaporkan dari Prancis,
insiden persalinan gemelli dan triplet terjadi karena induksi ovulasi dengan
terapi human menopause gonadotropin (hMG). Faktor resiko untuk kehamilan ganda
setelah ovarium distimualsi dengan hMG berpengaruh terhadap peningkatan jumlah
estradiol dan injeksi chorionic gonadotropin pada saat bersamaan akan
berpengaruh terhadap karakteristik sperma, meningkatkan konsenterasi dan
motilitas sperma (Dickey, dkk 1992, Pasqualato dkk,1999). Induksi ovulasi
meningkatkan insiden kehamilan ganda dizigotik dan monozigotik.
F.
Faktor assisted
reproductive technology (ART)
Teknik ART didesain untuk meningkatkan kemungkinan kehamilan, dan juga
meningkatkan kemungkinan kehamilan ganda. Pasien pada kasus ini, pembuahan
dilakukan melalui teknik fertilisasi in vitro dengan melakukan seleksi terhadap
ovum yang benar-benar berkualitas baik, dan dua dari empat embrio ditransfer kedalam
uterus. Pada umumnya, sejumlah embrio yang ditransfer kedalam uterus maka
sejumlah itulah akan berisiko kembar dan meningkatkan kehamilan ganda
· Tanda dan gejala
o Sesak nafas
o
Sering BAK
o
Gerak banyak
o
Edema varises
§ Hiperemesis
§ Preeklampsi-eklampsia
§ Hidramnion
3.ETIOLOGI
1. Kembar Monozigotik
1. Kembar Monozigotik
Kembar monozigotik atau identik, muncul dari suatu ovum tunggal yang
dibuahi yang kemudian membagi menjadi dua struktur yang sama, masing-masing
dengan potensi untuk berkembang menjadi suatu individu yang terpisah.
Hasil akhir
dari proses pengembaran monozigotik tergantung pada kapan pembelahan terjadi,
dengan uraian sebagai berikut1 :
·
Apabila
pembelahan terjadi didalam 72 jam pertama setelah pembuahan, maka dua embrio,
dua amnion serta dua chorion akan terjadi dan kehamilan diamnionik dan di chorionik.
Kemungkinan terdapat dua plasenta yang berbeda atau suatu plasenta tunggal yang
menyatu.
·
Apabila
pembelahan terjadi antara hari ke-4 dan ke-8 maka dua embrio akan terjadi,
masing-masing dalam kantong yang terpisah, dengan chorion bersama, dengan
demikian menimbulkan kehamilan kembar diamnionik, monochorionik.
·
Apabila terjadi
sekitar 8 hari setelah pembuahan dimana amnion telah terbentuk, maka pembelahan
akan menimbulkan dua embrio dengan kantong amnion bersama, atau kehamilan
kembar monoamnionik, monochorionik
·
Apabila
pembuahan terjadi lebih belakang lagi, yaitu setelah lempeng embrionik terbentuk,
maka pembelahannya tidak lengkap dan terbentuk kembar yang menyatu.
2.
Kembar Dizigot
Dizigotik, atau fraternal, kembar yang ditimbulkan dari dua ovum yang
terpisah. Kembar dizigotik terjadi dua kali lebih sering daripada kembar
monozigotik dan insidennya dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain yaitu
ras, riwayat keluarga, usia maternal, paritas, nutrisi dan terapi infertilitas.
3.PATOFISIOLOGIS
Pada kehamilan kembar distensi uterus berlebihan, sehingga melewati batas toleransi dan seringkali terjadi putus prematurus. Lama kehamilan kembar dua rata-rata 260 hari, triplet 246 hari dan kuadruplet 235 hari. Berat lahir rata-rata kehamilan kembar ± 2500gram, triplet 1800gram, kuadriplet 1400gram. Penentuan zigositas janin dapat ditentukan dengan melihat plasenta dan selaput ketuban pada saat melahirkan. Bila terdapat satu amnion yang tidak dipisahkan dengan korion maka bayi tesebut adalah monozigotik. Bila selaput amnion dipisahkan oleh korion, maka janin tersebut bisa monozigotik tetapi lebih sering dizigotik.Pada kehamilan kembar dizigotik hampir selalu berjenis kelamin berbeda.
Pada kehamilan kembar distensi uterus berlebihan, sehingga melewati batas toleransi dan seringkali terjadi putus prematurus. Lama kehamilan kembar dua rata-rata 260 hari, triplet 246 hari dan kuadruplet 235 hari. Berat lahir rata-rata kehamilan kembar ± 2500gram, triplet 1800gram, kuadriplet 1400gram. Penentuan zigositas janin dapat ditentukan dengan melihat plasenta dan selaput ketuban pada saat melahirkan. Bila terdapat satu amnion yang tidak dipisahkan dengan korion maka bayi tesebut adalah monozigotik. Bila selaput amnion dipisahkan oleh korion, maka janin tersebut bisa monozigotik tetapi lebih sering dizigotik.Pada kehamilan kembar dizigotik hampir selalu berjenis kelamin berbeda.
Secara umum, derajat dari perubahan fisiologis maternal lebih besar pada
kehamilan kembar dibanding dengan kehamilan tunggal. Pada trimester 1 sering
mengalami nausea dan muntah yang melebihi yang dikarateristikan
kehamilan-kehamilan tunggal. Perluasan volume darah maternal normal adalah 500
ml lebih besar pada kehamilan kembar, dan rata-rata kehilangan darah dengan
persalinan vagina adalah 935 ml, atau hampir 500 ml lebih banyak dibanding
dengan persalinan dari janin tunggal.
Massa sel darah merah meningkat juga, namun secara proporsional lebih
sedikit pada kehamilan-kehamilan kembar dua dibanding pada kehamilan tunggal,
yang menimbulkan” anemia fisiologis” yang lebih nyata. Kadar haemoglobin
kehamilan kembar dua rata-rata sebesar 10 g/dl dari 20 minggu ke depan.
Sebagaimana diperbandingkan dengan kehamilan tunggal, cardiac output meningkat
sebagai akibat dari peningkatan denyut jantung serta peningkatan stroke volume.
Ukuran uterus yang lebih besar dengan janin banyak meningkatkan perubahan
anatomis yang terjadi selama kehamilan. Uterus dan isinya dapat mencapai volume
10 L atau lebih dan berat lebih dari 20 pon. Khusus dengan kembar dua
monozygot, dapat terjadi akumulasi yang cepat dari jumlah cairan amnionik yang
nyata sekali berlebihan, yaitu hidramnion akut.
Dalam keadaan ini mudah terjadi kompresi yang cukup besar serta pemindahan
banyak visera abdominal selain juga paru dengan peninggian diaphragma. Ukuran
dan berat dari uterus yang sangat besar dapat menghalangi keberadaan wanita
untuk lebih sekedar duduk.Pada kehamilan kembar yang dengan komplikasi
hidramnion, fungsi ginjal maternal dapat mengalami komplikasi yang serius,
besar kemungkinannya sebagai akibat dari uropati obstruktif. Kadar kreatinin
plasma serta urin output maternal dengan segera kembali ke normal setelah
persalinan. Dalam kasus hidramnion berat, amniosintesis terapeutik dapat
dilakukan untuk memberikan perbaikan bagi ibu dan diharapkan untuk memungkinkan
kehamilan dilanjutkan.
Berbagai macam stress kehamilan serta kemungkinan-kemungkinan dari
komplikasi-komplikasi maternal yang serius hampir tanpa kecuali akan lebih
besar pada kehamilan kembar.
5. DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis, perlu dilakukan pemeriksaan dengan berhubungan
dengan dugaan kehamilan ganda, yaitu :
A.
Anamnesis
Anamnesis yang dibutuhkan dalam menegakkan diagnosis kehamilan kembar
adalah riwayat adanya keturunan kembar dalam keluarga, telah mendapat
pengobatan infertilitas, adanya uterus yang cepat membesar: fundus uteri > 4
cm dari amenorea, gerakan anak yang terlalu ramai dan adanya penambahan berat
badan ibu menyolok yang tidak disebabkan obesitas atau edema.
B.
Pemeriksaan
klinik gejala-gejala dan tanda-tanda
Adanya cairan amnion yang berlebihan
dan renggangan dinding perut menyebabkan diagnosis dengan palpasi menjadi
sukar. Lebih kurang 50 % diagnosis kehamilan ganda dibuat secara tepat jika
berat satu janin kurang dari 2500 gram, dan 75 % jika berat badan satu janin
lebih dari 2500 gram. Untuk menghindari kesalahan diagnosis, kehamilan ganda
perlu dipikirkan bila dalam pemeriksaan ditemukan hal-hal berikut ; besarnya
uterus melebihi lamanya amenorea, uterus tumbuh lebih cepat dari kehamilan
normal, banyak bagian kecil teraba, teraba tiga bagian besar, dan teraba dua
balotemen, serta terdengar 2 DJJ dengan perbedaan 10 atau lebih.
C.
Pemeriksaan USG
Berdasarkan
pemeriksaan USG dapat terlihat 2 bayangan janin atau lebih dengan 1atau 2
kantong amnion. Diagnosis dengan USG sudah setelah kehamilan 6-8 minggu dapat
menentukan diagnosis akurat jumlah janin pada uterus dari jumlah kantong
gestasional yang terlihat.
D.
Pemeriksaan
radiologi
Pemeriksaan
dengan rotgen sudah jarang dilakukan untuk mendiagnosa kehamilan ganda karena
cahaya penyinaran.Diagnosis pasti kehamilan kembar ditentukan dengan teraba dua
kepala, dua bokong, terdengar dua denyut jantung janin, dan dari pemeriksaan
ultrasonografi
Diagnosis
diferensia:
• Kehamilan tunggal dengan janin besar
• Hidramnion
• Molahidatidosa
• Kehamilan dengan tumor
6. KOMPLIKASI
Komplikasi pada ibu dan janin pada kehamilan kembar lebih besar
dibandingkan kehamilan tunggal. Angka kematian perinatal pada kehamilan kembar
cukup tinggi, dengan kembar monozigotik 2,5 kali angka kematian kembar
dizigotik. Resiko terjadinya abortus pada salah satu fetus atau keduanya
tinggi. Pada trisemester pertama kehamilan reabsorbsi satu janin atau keduanya
kemungkinan terjadi.
Anemia sering ditemukan pada kehamilan kembar oleh karena kebutuhan nutrisi
yang tinggi serta peningkatan volume plasma yang tidak sebanding dengan
peningkatan sel darah merah mengakibatkan kadar hemoblobin menjadi turun,
keadaan ini berhubungan dengan kejadian edema pulmonum pada pemberian tokolitik
yang lebih tinggi dibandingkan kehamilan kembar. Angka kejadian persalinan
preterm ( umur kehamilan kurang 37 minggu ) pada kehamilan kembar 43,6 %
dibandingkan dengan kehamilan tunggal sebesar 5,6 %.1,3,4 Frekuensi terjadinya
hipertensi yang diperberat kehamilan, preklamsia dan eklamsia meningkat pada
kehamilan kembar. Pendarahan antepartum oleh karena solutio plasenta disebabkan
permukaan plasenta pada kehamilan kembar jelek sehingga plasenta mudah
terlepas. Kematian satu janin pada kehamilan kembar dapat terjadi, penyebab
kematian yang umum adalah saling membelitnya tali pusat. ( Benirschke, 1983 ).
Bahaya yang perlu dipertimbangkan pada kematian satu janin adanya koagulopati
konsumtif berat yang dapat mengakibatkan terjadinya disseminated intravascular
coagulopathy.
Kelainan kongenital mayor pada kehamilan kembar meningkat sesuai dengan
jumlah kembarnya. Pada kembar triplet, angka kelainan kongenital mayor lebih
tinggi dibandingkan kembar dua. Kelainan jantung pada kembar monozigotik 1 :
100 kasus. Perdarahan postpartum dalam persalinan kembar disebabkan oleh
overdistension uterus, tendesi terjadinya atonia uterus dan berasal dari
insersi plasenta.
Beberapa keadaan yang menyertai kehamilan kembar
meliputi.
1.
Aborsi
Aborsi spontan
lebih besar kemungkinannya terjadi pada kehamilan kembar. Kembar dua
monochorial jauh lebih banyak dibanding kembar dichorial, yang mengimplikasikan
monozygot sebagai faktor resiko untuk abortus spontan
2.Berat Badan Lahir Rendah.
Kehamilan janin kembar lebih besar
kemungkinannya dikarakterisasikan dengan berat badan lahir rendah dibandingkan
dengan kehamilan tunggal, paling sering disebabkan oleh karena pertumbuhan
janin yang terbatas serta persalinan preterm. Secara umum, semakin besar jumlah
janin, semakin besar derajat dari keterbatasan pertumbuhan. Beberapa peneliti
telah membuat sanggahan bahwa pertumbuhan janin dalam kehamilan berganda
berbeda dari yang tunggal, dan bahwa pertumbuhan abnormal hanya dapat
didiagnosa pada saat ukuran janin kurang dari diharapkan untuk kehamilan
berganda. Dalam kehamilan dizygotik, perbedaan ukuran yang menyolok biasanya
ditimbulakan dari plasentasi yang tidak sama, dengan satu tempat plasenta
menerima suplai darah yang lebih baik dibandingkan yang lainnya, namun dapat
juga merefleksikan potensial-potensial pertumbuhan genetik yang berbeda. Dalam
trisemester III, semakin besar massa janin semakin bertambahnya maturasi
plasenta serta insufisiensi plasenta relatif. Perbedaan ukuran dapat juga
disebabkan oleh karena abnormalitas umbilicus. Derajat pembatasan pertumbuhan
dalam kembar dua monozygot kemungkinannya lebih besar dibandingkan pada
pasangan dizygotik.
3.Durasi Kehamilan.
Pada saat jumlah dari janin meningkat, durasi dari
kehamilan menurun. Kira-kira separuh dari kembar dilahirkan pada 36 minggu atau
kurang dan persalinan sebelum genap bulan merupakan alasan utama untuk
peningkatan resiko morbiditas dan mortalitas neonatal pada kembar. Pembatasan
pertumbuhan serta morbiditas yang berhubungan, meningkat secara bermakna pada
kembar yang dilahirkan antara minggu ke 39 dan 41 dibandingkan dengan
persalinan pada 38 minggu atau kurang. Kehamilan kembar dua 40 minggu atau
lebih harus dianggap posterm. Hal ini didasarkan pada pengamatan bahwa
bayi-bayi kembar dua lahir mati yang dilahirkan saat 40 minggu atau lebih
memiliki gambaran-gambaran yang sama dengan bayi tunggal postmatur.
7. PENATALAKSANAAN KEHAMILAN KEMBAR
Untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas perinatal pada
kehamilan kembar, perlu dilakukan tindakan-tindakan untuk mencegah terjadinya
komplikasi seawal mungkin. Diagnosis dini kehamilan kembar harus dapat
ditegakkan sebagai perencanaan pengelolaan kehamilan. Mulai umur kehamilan 24
minggu pemeriksaan antenatal dilakukan tiap 2 minggu, dan sesudah usia
kehamilan 36 minggu pemeriksaan dilakukan tiap minggu. Istirahat baring
dianjurkan lebih banyak karena hal itu menyebabkan aliran darah keplasenta
meningkat agar pertumbuhan janin baik Kebutuhan kalori, protein, mineral,
vitamin dan asam lemak esential harus cukup oleh karena kebutuhan yang
meningkat pada kehamilan kembar. Kebutuhan kalori harus ditingkatkan sebesar
300 kalori perhari. Pemberian 60 sampai 100 mg zat besi perhari, dan 1 mg asam
folat diberikan untuk menambah zat gizi lain yang telah diberikan. Pemeriksaan
ultrasonografi dilakukan untuk mengetahui adanya diskordansi pada kedua janin
pengukuran lingkar perut merupakan indikator yang sensitif dalam menentukan
diskordansi.
Pada kehamilan kembar terjadi peningkatan risiko persalinan preterm,
sehingga dilakukan pemberian kortikosteroid diperlukan untuk pematangan paru
berupa betamethsone 12 mg/hari , untuk 2 hari saja. Bila tak ada betamethasone
dapat diberikan dexamethasone serta pemberian tokolitik.5
Percepatan Pematangan Fungsi Paru
•
Berdasarkan
observasi sebelumnya bahwa kortikosteroid yang diberikan kepada domba betina
dapat mempercepat pematangan paru janin preterm, Liggins dan Howie (1972)
melakukan studi acak untuk mengevaluasi efek betametason yang diberikan pada
ibu (12 mg secara intramuskular dalam dua dosis, selang 24 jam) untuk mencegah
gawat nafas pada bayi preterm yang kemudian dilahirkan. Bayi-bayi yang
dilahirkan sebelum minggu ke-34 mengalami penurunan signifikan insiden gawat
nafas dan kematian neonatal akibat penyakit membran hialin bila kelahirannya
ditunda sekurang-kurangnya 24 jam setelah selesai pemberian betametason 24 jam
kepada ibu sampai 7 hari setelah selesai terapi steroid.
•
Glack (1979)
menekankan bahwa produksi surfaktan kemungkinan dipercepat jauh sebelum aterm
pada kehamilan yang dipersulit oleh sejumlah kondisi dan stress padaibu atau
janin. Seperti penyakit ginjal kronis, kardiovaskuler kronis, hipertensi
kehamilan, kecanduan heroin, pertumbuhan janin terhambat, infark plasenta, korioamnionitis,
atau ketuban pecah preterm. Pandangan ini
dianut secara luas meskipun data terbaru menyangkal hubungan ini.
•
Owen dak (1990)
menyimpulkan bahwa suatu kehamilan yang mengalami “stress” (terutama hipertensi
pada kehamilan) tak banyak memberi keuntungan terhadap ketahanan hidup janin.
Demikian pula Hallal dan Bottoms (1993) mengkaji 1395kehamilan yang dilahirkan
pada usia gestasi antara 24 dan 35 minggu serta menemukan bahwa ketuban pecah
dini tidak berkaitan dengan pematangan paru yang lebih cepat.
•
Kortikosteroid
mempercepat produksi surfaktan dari pneumosit dan mengurangi insiden kematian
neonatus, perdarahan intraserebral, dan enterokolitis. Dosis betametason yang
dianjurkan adalah 12.0 mg intramuskular, diulang dalam 24 jam. Deksametason
diberikan dalam dosis 5 mg dengan interval 6 jam hingga tercapai dosistotal 20
mg. Pemberian kortikosteroid harus dimulai 24-48 jam sebelum persalinan. Kortikosteroid
diberikan untuk menginduksi pematangan paru janin pada kehamilan 24 sampai 34
minggu jika tidak ditemukan tanda-tanda infeksi.Pemberian kortikosteriodpada
kehamilan kurang dari 23 minggu masih kontroversi.Pemberian kortikosteroid pada
kehamilan kurang dari 23 minggu tidak berguna untuk memperbaiki keadaan
pernafasan karena pada janin kurang dari 23 minggu belum terbentuk sel
pneumosit yang memproduksi surfaktan.
•
Penelitian-penelitian
yang dimulai tahun 1970an, yang menindaklanjuti perkembangan anak-anak yang
diberi terapi antenatal kortikosteroid sampai umur 12 tahun tidak memperlihatkan
efek buruk dibidang perkembangan saraf jangka panjang. Hal
ini diukur berdasarkan adanya gangguan belajar, perilaku, dan motorik atau
sensorik (National Institute of Health Consensus Development Panel, 1995). Namun terdapat efek jangka pendek pada
ibu, antara lain edema paru, infeksi dan pengendalian glukosa yang lebih sulit
pada ibu diabetik. Tidak dilaporkan adanya efek jangka panjang pada ibu.
•
Kortikosteroid
tidak hanya mempengaruhi pematangan paru saja, melainkan juga merangsang
persalinan. Jenssen dan Wright (1977), Mati dkk (1973) melaporkan bahwa
kortikosteroid dapat menginduksi persalinan pada manusia lebih dari 20 tahun
yang lalu. Selain itu, Elliot dan Radin (1995) mengkonfirmasi bahwa
kortikosteroid menginduksi kontraksi uterus dan persalinan preterm pada
manusia.
•
Esplin dkk
(2000) membandingkan perkembangan mental dan psikomotor pada 429 bayi dengan
berat lahir rendah yang terpajan dua kali atau lebih pemberian kortikosteroid
antenatal dengan bayi yang terpajan satu kali pemberian atau tidak mendapatkan
pajanan sama sekali. Mereka tidak menemukan adanya manfaat pada dosis berulang.
Pajanan terhadap pemberian kortikosteroid berulang secara independen dan
signifikan diikuti dengan perkembangan psikomotor yang abnormal.
•
Vermillion dkk (2000)
dalam sebuah analisis terhadap 453 bayi, menetapkan bahwa sepsis neonatorum
awitan dini, korioamnionitis dan kematian neonatal secara signifikan
berhubungan dengan pemberian betametason dosis multipel pada ibu. Thorp (2000)
dan Guinn (2001) dkk melakukan percobaan prospektif besar dan tidak menemukan
manfaat pada pemberian steroid berulang. Dilaporkan terdapat penurunan lingkar
kepala yang signifikan pada bayi-bayi yang terpajan steroid. Mercer dkk (2001)
melaporkan penurunan berat dan panjang badan lahir yang bergantung dosis pada
neonatus yang terpajan terapi steroid antenatal.
Tokolitik
Tokolitik berguna untuk mengurangi kontraksi uterus dan menahan pembukaan
serviks. Pada pemberian tokolitik, pasien harus dirawat di rumah
sakit untuk observasi dan tirah baring.7 Pemberian tokolitik yang dianjurkan meliputi:
a. Nifedipine
10 mg, diulang tiap 30 menit, maksimum 40 mg/6 jam. Umumnya hanya diperlukan 20
mg, dan dosis perawatan 3 x 10 mg.
b. B-mimetik : terbutalin atau
salbutamol.
8. PENANGANAN PERSALINAN
Persiapan perawatan bayi prematur dan
keadaan kemungkinan perdarahan postpartum harus tersedia dalam pertolongan
persalinan kembar. Kala I diperlakukan seperti biasa bila janin letak
memanjang. Episiotomi mediolateral dilakukan untuk mengurangi trauma kepala
pada janin prematur. Setelah janin pertama lahir, presentasi janin kedua, dan
taksiran berat janin harus segera ditentukan dengan pemeriksaan bimanual.
Biasanya dalam 10 sampai 15 menit his akan kuat lagi, bila his tidak timbul
dalam 10 menit diberikan 10 unit oksitosin yang diencerkan dalam infus untuk
menstimulasi aktifitas miometrium. Apabila janin kedua letak memanjang,
tindakan selanjutnya adalah melakukan pecah ketuban dengan mengalirkan ketuban
secara perlahan-lahan. Penderita dianjurkan mengejan atau dilakukan tekanan
terkendali pada fundus agar bagian bawah janin masuk dalam panggul, dan
pimpinan persalinan kedua seperti biasa.
Apabila janin kedua letak lintang
dengan denyut jantung janin dalam keadaan baik, tindakan versi luar intrapartum
merupakan pilihan. Setelah bagian presentasi terfiksasi pada pintu atas
panggul, selaput ketuban dipecah selanjutnya dipimpin seperti biasanya. Bila
janin kedua letak lintang atau terjadi prolap tali pusat dan terjadi solusio
plasenta tindakan obsterik harus segera dilakukan, yaitu dengan dilakukan versi
ekstraksi pada letak lintang dan ekstraksi vakum atau forseps pada letak
kepala.
Seksiosesarea dilakukan bila janin
pertama letak lintang, terjadi prolap tali pusat, plasenta previa pada
kehamilan kembar atau janin pertama presentasi bokong dan janin kedua
presentasi kepala, dikhawatirkan terjadi interloking dalam perjalanan
persalinannya. Sebaiknya pada pertolongan persalinan kembar dipasang infus
profilaksis untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya perdarahan post
partumnya. Pada kala empat diberikan sintikan 10 unit sintosinon ditambah 0,2
mg methergin intravena.
Kemungkinan lain pada persalinan kembar
dengan usia kehamilan preterm dengan janin pertama presentasi bokong adalah
terjadinya aftercoming head oleh karena pada janin prematur lingkar kepala jauh
lebih besar dibandingkan lingkar dada, disamping itu ukuran janin kecil
sehingga ektremitas dan tubuh janin dapat dilahirkan pada dilatasi servik yang
belum lengkap, prolapsus tali pusat juga sering terjadi pada persalinan
preterm. Apabila kemungkinan-kemungkinan ini dapat diprediksikan, tindakan
seksiosesarea adalah tindakan yang bijaksana. Prinsip penanganan kehamila Bayi
ganda.
·
Cek persentasi
Ø Bila verteks
lakukan pertolongan sama dengan presentasi normal dan lakukan monitoring dengan
partograf.
Ø Bila
persentasi bokong, lakukan pertolongan sama dengan bayi tunggal presentasi
bokong.
Ø Bila letak
lintang lakukan seksio sesaria.
·
Monitoring
janin dengan auskurtasi berkala DJJ
·
Pada kala II
beri oksitosis 2,5 IU dalam 500 ml dekstrose 5% atau ringer laktat/ 10tts / mt.
·
Segera setelah
kelahiran bayi I
Ø Lakukan
palpasi abdomen untuk menentukan adanya bayi selanjutnya.
Ø Bila letak
lintang lakukan versi luar
Ø Periksa DJJ
Ø Lakukan pemeriksaan vaginal untuk :
adanya prolaps funikuli, ketuban pecah atau intak, presentasi bayi.
·
Bila presentasi
verteks
Ø Bila kepala
belum masuk, masukan pada PAP secara manual
Ø Ketuban
dipecah
Ø Periksa DJJ
Ø Bila tak
timbul konteraksi dalam 10 menit, tetesan oksitosin dipercepat sampai his
adekuat
Ø Bila 30 menit
bayi belum lahir lakukan tindakan menurut persyaratan yang ada (vakum, forceps,
seksio)
• Bila presentasi bokong
Ø Lakukan
persalinan pervaginan bila pembukaan lengkap dan bayi tersebut tidak lebih
besar dari bayi I
Ø Bila tak ada
konteraksi sampai 10 menit, tetesan oksidosin dipercepat sampai his adekuat
Ø Pecahkan
ketuban
Ø Periksa DJJ
Ø Bila gawat,
janin lakukan ekstraksi
Ø Bila tidak
mungkin melakukan persalinan pervaginam lakukan seksio secarea.
·
Bila letak
lintang
Ø Bila ketuban intak, lakukan versi luar
Ø Bila gagal lakukan seksio secarea.
·
Pasca persalinan
berikan oksitosin drip 20 IU dalam 1 liter cairan 60 tetes/menit atau berikan
ergometrin 0,2 mg IM 1 menit sesudah kelahiran anak yang terakhir dan lakukan
manajemen aktif kala II. Untuk mengurangi perdarahan pasca persalinan.
DAFTAR PUSTAKA
Manuba, IBG. 1998. Ilmu Kebidanan
Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Bab 5.
Hal 265. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis
Obstetri Jilid I. Obstetri fisiologi. Jakarta : EGC
Sastrawinata, S. 2005. Obstetri
Patologi. Edisi 2. Bab 3. Hal 52-62. Jakarta : EGC
Winkjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu
Kebidanan. Edisi 2. Hal 386-397. Jakarta : YBPSP
http://fanista87.blogspot.com/2009/10/asuhan-keperawatan-gemelli-kehamilan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar