Kamis, 16 Mei 2013

Fleksus Brakhialis



1.Pengertian Fleksus Brakhialis
Fleksus brakialis adalah Sebuah jaringan saraf tulang belakang yang berasal dari belakang leher, meluas melalui aksila (ketiak), dan menimbulkan saraf untuk ekstremitas atas. Pleksus brakialis dibentuk oleh penyatuan bagian dari kelima melalui saraf servikal kedelapan dan saraf dada pertama, yang semuanya berasal dari sumsum tulang belakang.
Luka pada pleksus brakialis mempengaruhi saraf memasok bahu, lengan lengan bawah, atas dan tangan, menyebabkan mati rasa, kesemutan, nyeri, kelemahan, gerakan terbatas, atau bahkan kelumpuhan ekstremitas atas. Meskipun cedera bisa terjadi kapan saja, banyak cedera pleksus brakialis terjadi selama kelahiran. Bahu bayi mungkin menjadi dampak selama proses persalinan, menyebabkan saraf pleksus brakialis untuk meregang atau robek.
Trauma pada pleksus brakialis yang dapat menyebabkan paralisis lengan atas dengan atau tanpa paralisis lengan bawah atau tangan, atau lebih lazim paralisis dapat terjadi pada seluruh lengan. Trauma pleksus brakialis sering terjadi pada penarikan lateral yang dipaksakan pada kepala dan leher, selama persalinan bahu pada presentasi verteks atau bila lengan diekstensikan berlebihan diatas kepala pada presentasi bokong serta adanya penarikan berlebihan pada bahu.
Penyebab dari trauma “Fleksus Brachialis” adalah: Kelainan ini timbul akibat tarikan yang kuat di daerah leher pada saat lahirnya bayi, sehingga terjadi kerusakan pada plexus brachialis. Hal ini ditemukan pada persalinan sungsang apabila dilakukan traksi yang kuat dalam usaha melahirkan kepala bayi. Pada persalinan presentasi kepala, kelainan dapat terjadi pada janin dengan bahu lebar (Tarikan berlebihan pada saat melahirkan bayi).
Gambar.Fleksus Brachialis

Trauma Fleksus  Brachialis/ Brachial Palsy ada 2 jenis, yakni :
1. Paralisis Erb-Ducheve
            Paralisis Erb-Duchene adalah Kerusakan cabang-cabang C5 – C6 dari pleksus biokialis menyebabkan kelemahan dan kelumpuhan lengan untuk fleksi, abduksi, dan memutar lengan keluar serta hilangnya refleks biseps dan moro. Lengan berada dalam posisi abduksi, putaran ke dalam, lengan bawah dalam pranasi, dan telapak tangan ke dorsal. Pada trauma lahir Erb, perlu diperhatikan kemungkinan terbukannya pula serabut saraf frenikus yang menginervasi otot diafragma.
Pada trauma yang ringan yang hanya berupa edema atau perdarahan ringan pada pangkal saraf, fiksasi hanya dilakukan beberapa hari atau 1 – 2 minggu untuk memberi kesempatan penyembuhan yang kemudian diikuti program mobilisasi atau latihan.
            Penanganan terhadap trauma pleksus brakialis ditujukan untuk mempercepat penyembuhan serabut saraf yang rusak dan mencegah kemungkinan komplikasi lain seperti kontraksi otot. Upaya ini dilakukan antara lain dengan jalan imobilisasi pada posisi tertentu selama 1 – 2 minggu yang kemudian diikuti program latihan. Pada trauma ini imobilisasi dilakukan dengan cara fiksasi lengan yang sakit dalam posisi yang berlawanan dengan posisi karakteristik kelumpuhan Erg. Lengan yang sakit difiksasi dalam posisi abduksi 900 disertai eksorotasi pada sendi bahu, fleksi 900

.
Gambar.Erb-Dcuhene

2.Paralisis Klumpke
Paralisis Klumpke adalah Kerusakan cabang-cabang C8 – Ih1 pleksus brakialis menyebabkan kelemahan lengan otot-otot fleksus pergelangan, maka bayi tidak dapat mengepal.
            Penyebabnya adalah tarikan yang kuat daerah leher pada kelahiran bayi menyebabkan kerusakan pada pleksus brakialis. Sering dijumpai pada letak sungsang .
Secara klinis terlihat refleks pegang menjadi negatif, telapak tangan terkulai lemah, sedangkan refleksi biseps dan radialis tetap positif. Jika serabut simpatis ikut terkena, maka akan terlihat simdrom HORNER yang ditandai antara lain oleh adanya gejala prosis, miosis, enoftalmus, dan hilangnya keringat di daerah kepala dan muka homolateral dari trauma lahir tersebut.
            Penatalaksanaan trauma lahir klumpke berupa imbolisasi dengan memasang bidang pada telapak tangan dan sendiri tangan yang sakit pada posisi netrak yang selanjutnya diusahakan program latihan.


2.Tanda dan Gejala pada Trauma Flaksus Brakialis                              
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada BBL dengan Trauma Fleksus Brakhialis adalah sebagai berikut :
  1. Gaguan motorik pada lengan atas
  2. Lengan atas pada kedudukan ekstensi dan abduksi
  3. Jika anak diangkat, lengan akan tampak lemasdan menggantung
  4. Refleks moro negative
  5. Refleks meraih gengan tangan tidak ada
 3. Penatalaksanaan atau pengobatan
1. Pentalaksaan
A.BEDAH
            Regangan dan memar pada pleksus brakialis diamati selama 4 bulan, bila tidak ada perbaikan, pleksus harus dieksplor. Nerve transfer (neurotization) atau tendon transfer diperlukan bila perbaikan saraf gagal.

1.Pembedahan
Primer
            Pembedahan dengan standart microsurgery dengan tujuan memperbaiki injury pada
plexus serta membantu reinervasi. Teknik yang digunakan tergantung berat ringan lesi.
1.
Neurolysis               :Melepaskan constrictive scar tissue disekitar saraf.
2 .Neuroma excision   :Bila neuroma besar, harus dieksisi dan saraf dilekatkan kembali
    dengan teknik end-to-end atau nerve grafts
3 .Nerve grafting: Bila “gap” antara saraf terlalu besar, sehingga tidak mungkin dilakukan
    tarikan. Saraf yang sering dipakai adalah n suralis, n lateral dan medial antebrachial
    cutaneous, dan cabang terminal sensoris pada n interosseus posterior
4. Intraplexual neurotisation
    menggunakan bagian dari root yang masih melekat pada spinal cord sebagai donor
    untuk saraf yang avulsi.


2.Pembedahan
Sekunder
Tujuan untuk meningkatkan seluruh fungsi extremitas yang terkena. Ini tergantung
saraf yang terkena. Prosedurnya berupa tendon transfer, pedicled muscle transfers, free
muscle transfers, joint fusions and rotational, wedge or sliding osteotomies.
                                                                                                              




B. REHABILITASI PASKA TRAUMA PLEKSUS BRAKIALIS
  1. Paska operasi Nerve repair dan graft.
      Setelah pembedahan immobilisasi bahu dilakukan selama 3-4 minggu. Terapi
rehabilitasi dilakukan setelah 4 minggu paska operasi dengan gerakan pasif pada semua
sendi anggota gerak atas untuk mempertahankan luas gerak sendi. Stimulasi elektrik
diberikan pada minggu ketiga sampai ada perbaikan motorik. Pasien secara terus
menerus diobservasi dan apabila terdapat tanda-tanda perbaikan motorik, latihan aktif
bisa segera dimulai. Latihan biofeedback bermanfaat bagi pasien agar otot-otot yang
mengalami reinnervasi bisa mempunyai kontrol yang lebih baik.

2.      Paska operasi free muscle transfer
Setelah transfer otot, ekstremitas atas diimobilisasi dengan bahu abduksi 30, fleksi 60 dan rotasi internal, siku fleksi 100. Pergelangan tangan posisi neutral, jari-jari dalam posisi fleksi atau ekstensi tergantung jenis rekonstruksinya. Dilakukan juga latihan gerak sendi gentle pasif pada sendi bahu, siku dan semua jari-jari, kecuali pada pergelangan tangan. Enam minggu paska operasi selama menjaga regangan berlebihan dari jahitan otot dan tendon, dilakukan ekstensi pergelangan tangan dan mulai dilatih pasif ekstensi siku. Sembilan minggu paska operasi, ortesa airbag dilepas dan ortesa elbow sling dipakai untuk mencegah subluksasi bahu.
3.SetelahReinervasi
 
                   3 - 8 bulan paska operasi Teknik elektromiografi feedback di mulai untuk melatih otot yang ditransfer untuk menggerakkan siku dan jari dimana pasien biasanya kesulitan mengkontraksikanototnya secara efektif.Pada alat biofeedback terdapat level nilai ambang yang dapat diatur oleh terapis atau pasien sendiri. Saat otot berkontraksi pada level ini, suatu nada berbunyi, layar osciloskop akan merekam respons ini. Level ini dapat diatur sesuai tujuan yang akan dicapai.


  1. Terapi Okupasi
Terapi okupasi terutama diperlukan untuk :

- Memelihara luas gerak sendi bahu, membuat ortesa yg tepat untuk membantu fungsi tangan, siku dan lengan,
- mengontrol edema defisit sensoris.
- Melatih kemampuan untuk menulis, mengetik, komunikasi.
- Menggunakan teknik-teknik untuk aktivitas sehari-hari, termasuk teknik menggunakan satu lengan,
- menggunakan peralatan bantu serta latihan penguatan dengan mandiri.
  1. TerapiRekreasi
                Terapi ini sebagai strategi dan aktivitas kompensasi sehingga dapat menggantikan berkurang dan hilangnya fungsi ekstremitas.
2. Pengobatan
            Pengobatan tergantung pada lokasi dan jenis cedera pada pleksus brakialis dan mungkin termasuk terapi okupasi dan fisik dan, dalam beberapa kasus, pembedahan. Beberapa cedera pleksus brakialis menyembuhkan sendiri. Anak-anak dapat puih atau sembuh dengan 3 sampai 4 bulan.
           
            Prognosis juga tergantung pada lokasi dan jenis cedera pleksus brakialis menentukan prognosis. Untuk luka avulsion dan pecah tidak ada potensi untuk pemulihan kecuali rekoneksi bedah dilakukan pada waktu yang tepat. Untuk cedera neuroma dan neurapraxia potensi untuk pemulihan bervariasi. Kebanyakan pasien dengan cedera neurapraxia sembuh secara spontan dengan kembali 90-100% fungsi.




DAFTAR PUSTAKA

Mangunatmadja I., Deteksi Dini Gangguan Tumbuh Kembang Bayi Risiko Tinggi, dalam     Temu Muka dan Konsultasi : Deteksi dan Stimulasi Dini Bayi Risiko Tinggi, Jakarta, 2000.
Maridin F., Kematian Perinatal di RSUP Sarjito th 1991-1995 & Analisis Faktor Resiko,   Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UGM, Yogyakarta,1996 : 2-4
 Wiknjosastro H., Perlukaan persalinan, dalam Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1997 : 716-722.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar